Menunggu
seseorang adalah hal yang paling di benci oleh Filza, ia seakan mati bosan bila
hanya menunggu 1 menit saja.
“Kita
ngapain sih nunggu di sini? Kayak gak ada kerjaan aja!” gerutu Filza
“Denger
ya, Kak Raki itu kesini buat ketemu sama loe, jadi seenggaknya ngejemput doang
…….”
“Ya,
ya, ya gue udah tahu, gak usah dijelasin lagi gue udah bosen dengernya.” Potong
Filza.
Ia kembali berkutat dengan pikirannya sendiri
dalam hati, kenapa Ririn yang sewot? Pikirnya. Tak lama kemudian datang dua
sosok pria yang menghampiri mereka berdua. Ririn segera bangkit dari duduknya, sedangkan
Filza acuh tak acuh terhadap kedatangan dua pria tersebut.
“Kak
Raki, bagaimana kabarnya?” sapa Ririn pada Kak Raki, ia melirik kearah pria
yang berdiri tidak jauh di belakang Kak Raki.
“ Oh,
perkenalkan ini teman kuliah kakak namanya Dias. Dias ini Ririn, Ririn ini Dias
“ jawab Kak Raki sambil mengenalkan mereka berdua, mereka pun segera
bersalaman.
“ Filza,
bagaimana kabarnya sekarang?” sambung Kak Raki sambil melirik kearah Filza yang
sedari tadi tidak memerhatikan apa yang orang-orang tadi bicarakan. Ririn
segera menyenggol lengan Filza dengan keras sampai Filza menoleh, saat itu juga
ia menangkap sesosok pria asing, yang berdiri tepat di belakang Kak Raki tapi
seperti sudah mengenalnya sejak lama. Ia segera mengangkat tubuhnya dengan
malas.
“Baik.”
Jawab singkat Filza
“Oh,
iya kenalkan ini teman kuliah Kakak namanya Dias, dia juga alumni SMA 29.”
jelas Kak Raki. Tapi, respon yang diberikan oleh Filza tidak begitu baik, ia
hanya mengulaskan senyum terpaksanya kearah Kak Raki lalu mengalihkan
pandangannya lagi.
“Halo,
saya Dias.” Sapa Dias sambil mengulurkan tangannya. Filza menoleh dan melihat
kearah tangan Dias yang dari tadi terpaku di depannya. Filza tidak berkedip
melihat tangan Dias, ia seperti mengenal tanda lahir yang terpampang di
sela-sela jari Dias. Ia kemudian tersadar dari lamunannya dan menyalami Dias
dengan dingin.
Setelah
hari itu, Filza terus memikirkan tanda lahir yang ia lihat kemarin
sampai-sampai Ririn berbicarapun tidak didengarnya sedikitpun.
“Filza,
mulai deh kumat penyakitnya, loe gak denger gue?”gumam Ririn. Filza tidak
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ririn ia hanya tersenyum kecil.
“Eh,
iya Kak Raki ngajak liburan ke Bogor, loe mau ikut? Gue denger Dias Dias itu
juga ikut.” Jelas Ririn.
Keesokan
harinya, Kak Raki, Dias, Filza dan Ririn berangkat menuju villa Kak Raki yang
berada di puncak Bogor. Keadaan puncak memang asri dan sejuk. Villa Kak Raki
begitu megah dan mewah hampir terlihat seperti hotel yang berada di kota besar.
Setibanya di villa, mereka segera memasuki kamar masing-masing. Kamar Filza dan
Dias berseberangan tidak jauh dari taman kecil yang begitu rapih menambah
suasana asrinya puncak.
“Filza,
ini Kak Raki, bisa bicara sebentar?” ajak Kak Raki di seberang pintu
“
maaf kak, Filza lagi beres-beres barang. Kalau bisa bicaranya nanti aja, gak
ada yang penting kan kak?” jawab Filza dengan dingin
“ya,
sudah.” Pasrah Kak Raki. Ia pun pergi menjauhi kamar Filza.
Pada
malam hari, mereka mengadakan party kecil-kecilan di taman kecil. Mereka tampak
ceria, kecuali Filza, ia hanya terus memerhatikan tangan Dias seakan ia
mengenal tanda yang ada di tangan Dias itu, tiba-tiba terlonjak dari kursinya,
“Al?”
gumam Filza tidak sadar sambil melihat kearah Dias. Seketika itu juga semua
orang yang sedang makan menoleh kearahnya dengan heran, namun Dias tersentak
kaget melihat Filza mengatakan nama panggilan kecilnya yang hanya diketahui
oleh sahabat kecilnya yaitu Chaca.
“ Kamu,
kenapa tahu nama itu?” tanya Dias heran
“ Aku
Chaca, kamu masih ingat?” jawab Filza bersemangat. Mereka menghampiri satu sama
lain, saling memandang dan tersenyum. Melihat itu Kak Raki merasa sedih dan
memutuskan pergi dari tempat itu, Dias pun melihat kepergian Kak Raki tapi tak
ia hiraukan, sedangkan Ririn, dia hanya terdiam terpaku melihat Dias dan Filza.
Mereka bernostalgia bersama, mengenang masa kecil yang indah.
“Aku
kira kamu di amerika, ternyata masih disini.” Gumam Filza, Dias hanya tersenyum
kecil menanggapi pernyataan Filza.
“Cha,
aku mau ngomong. Selama Raki curhat sama aku, dia pasti membicarakan tentang
kamu. Tapi, setelah melihat langsung, sepertinya kamu tidak begitu tertarik dengan
Raki, kenapa? padahal dia bilang ia sayang sama kamu.” Gumam Dias
“Aku
tertarik sama Kak Raki tapi, aku takut aku takut dia. Al juga tahu bagaimana Raki.
Raki itu pria popular di sekolah jadi ia punya banyak pacar…….” Jawab Filza
“Tapi
lebih baik kamu menerima apa adanya Raki, nanti kamu sendiri akan tahu
akibatnya. Aku berani bersumpah, Raki itu sayang sama kamu” jelas Dias.
Setelah
beberapa hari, sikap Filza terhadap Kak Raki berubah drastis. Akhirnya Filza
menerima resiko yang ia akan dapatkan bila ia memutuskan untuk berhubungan
dengan Kak Raki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar